Friday, December 16, 2016

Studi Deskriptif Permasalahan Pelayanan Kesehatan terhadap Pengguna BPJS dilihat dari Perspektif Manajemen Publik





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Kesehatan adalah keadaan sejahtera dalam badan, jiwa, dan sosial sebagai modal setiap insan manusia untuk melakukan kegiatan yang produktif. Kesehatan menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi setiap manusia. Hampir seluruh orang akan membayar berapapun besaran uang untuk mengembalikan kesehatan mereka seperti sedia kala. Tetapi tidak semua orang terlahir dalam kondisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam pemulihan kesehatan. Oleh sebab itu pemerintah melakukan tindakan campur tangan untuk membantu warga negaranya dalam menjaga kesehatan. Langkah awal pemerintah adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan sejak usia dini, misalnya dalam program mengajarkan cara sikat gigi yang benar, cuci tangan sebelum dan sesudah makan. Tetapi tidak semua penyakit dapat ditaklukkan begitu saja. Pemerintah juga bertindak dalam mengatur dan memberikan pelayanan dalam segi kesehatan seperti penyediaan rumah sakit untuk umum dan jaminan kesehatan sebagai bentuk kepedulian negara terhadap warga negara.
            Dalam memberikan pelayanan kesehatan berbentuk rumah sakit maupun perlindungan dalam bentuk kartu asuransi maka dibutuhkan manajemen pelayanan yang baik guna memberikan pelayanan yang merata sesuai dengan prinsip good governance yang diadopsi dalam menyelenggarakan negara. Manajemen pelayanan sendiri adalah suatu pengorganisasian berbagai aktivitas yang tidak dapat dilakukan sendiri untuk memberikan pelayanan kepada orang lain. Manajemen pelayanan dibutuhkan untuk melayani kesehatan masyarakat untuk memberikan kesetaraan guna mencapai tujuan negara yaitu keadilan yang adil bagi seluruh rakyat indonesia.
            Mayoritas masyarakat indonesia yang berada di bawah angka kemiskinan memberikan motivasi tersendiri untuk pemerintah untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal. Seperti pemberian layanan BPJS Kesehatan (Badan penyelenggara Jaminan Sosial) bagi masyarakat baik yang kurang mampu maupun yang bergabung. Bagi orang yang kurang mampu pemerintah memberikan subsidi untuk berobat. Tetapi dalam nyatanya orang dengan pemegang kartu BPJS dengan subsidi pemerintah banyak yang mengeluhkan tentang manajemen pelayanan yang berbeda dengan mereka yang membayar premi lebih banyak dari pihak terkait. Mereka tidak diberlakukan sama  dengan mereka pemegang kartu BPJS kelas atas.             Dalam pelayanan BPJS terdapat tingkatan kelas yang menggambarkan ketidak setaraan pelayanan yang akan mereka berikan terkait dengan keadilan. Oleh sebab itu dari masalah diatas pada makalah ini akan dibahas mengenai Studi Deskriptif Permasalahan Pelayanan Kesehatan terhadap Pengguna BPJS dilihat dari Perspektif Manajemen Publik yang  dalam kenyataannya praktik BPJS Kesehatan ini terkadang menghadapi permasalahan yang besar , tidak sesuai dan bertolak belakang dengan prinsip yang harusnya berlaku di negara Indonesia

B.     Rumusan Masalah
            Bagaimana Studi Deskriptif Permasalahan Pelayanan Kesehatan terhadap Pengguna BPJS dilihat dari Perspektif Manajemen Publik?

C.    Tujuan
            Mengetahui Studi Deskriptif Permasalahan Pelayanan Kesehatan terhadap Pengguna BPJS dilihat dari Perspektif Manajemen Publik

D.    Manfaat
1.      Manfaat Teoritis
a.       Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Teori Administrasi Negara dalam bidang kajian Kebijakan Manajemen Publik.
b.      Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi dan menambah wawasan untuk referensi di lingkungan akademis sehingga nantinya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan

2.      Manfaat Praktis
a.       Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi pelaksanaan program BPJS Kesehatan di Indonesia, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
b.      Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengubah Permasalahan Pelayanan Pengguna BPJS Kesehatan

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Teori Pelayanan
a.       Konsep Pelayanan
            Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan melayani. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Sinambela, 2010:3). Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung (Moenir, 2006:16-17). Berbicara mengenai pelayanan berarti berbicara mengenai suatu proses kegiatan yang konotasinya lebih kepada hal yang abstrak (Intangible).
            Pelayanan adalah merupakan suatu proses, proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan, yang kemudian diberikan kepada pelanggan. Pelayanan adalah aspek yang tidak bisa disepelehkan dalam persaingan bisnis manapun. Karena dengan pelayanan konsumen akan menilai kemudian menimbang apakah selanjutnya dia akan loyal kepada pemberi layanan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.
            Berikut ini adalah Keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003, mengenai pelayanan , terutama pelayanan publik :
a)      Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang–undangan.
b)      Penyelenggaraan adalah pelayanan Publik adalah Instansi Pemerintah.
c)      Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja satuan organisasi Kementrian, Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Daerah.
d)     Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik.
e)      Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/ pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
f)       Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima pelayanan dari instansi pemerintah.

b.      Dimensi Kualitas Pelayanan
            Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berpikir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
            Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada presepsi pelanggan (Kotler, 2005). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.
            Menurut Lupioadi (2006) menyatakan ada lima dimensi kualitas pelayanan. Kelima dimensi pokok tersebut meliputi :
a)      Keandalan (reliability), kemampuan rumah sakit memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pasien tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.
b)      Daya Tanggap (responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien ,dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa ada alasan yang jelas menyebabkan persepsi negatif dalam kualitas pelayanan.
c)      Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantuanan dan kemampuan para pegawai rumah sakit menumbuhkan rasa percaya para pasien. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) , dan sopan santun (courtesy).
d)     Bukti langsung (tangibles), yaitu kemampuan rumah sakit menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik rumah sakit yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik Contoh gedung, gudang, perlengkapan dan tehnologi kedokteran yang digunakan serta penampilan pegawainya.
e)      Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pasien. Dimana suatu perusahaan maupun rumah sakit diharapkan memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pasien.

c.       Konsep Pelayanan Kesehatan
            Untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peran yang cukup penting ialah penyelenggaraan pelayanan kesehatan (Blum 1974 dikutip oleh Azwar, 2000). Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Adunair, 2007).
            Pengaturan mengenai pelayanan kesehatan di Indonesia secara tersirat terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
            Berikut ini pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan adalah :
a)      Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo
            Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

b)      Menurut Azwar (1996)
            Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.

c)      Menurut Depkes RI (2009)
            Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

d)     Menurut Levey dan Loomba (1973)
            Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan  kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.  Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan :
o   Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
o   Pergeseran nilai masyarakat
o   Aspek legal dan etik
o   Ekonomi
o   Politik
            Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Levey and Loomba dalam Azwar, 2000)

d.      Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
            Sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun untuk dapat disebut sebagai pelayanan kesehatan yang baik, keduanya harus mempunyai persyaratan pokok, menurut Azwar (2000), persyaratan pokok tersebut adalah :
a)      Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous) Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat dibutuhkan.
b)      Dapat diterima (acceptable) dan wajar ( appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
c)      Mudah dicapai (accessible) Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.
d)     Mudah dijangkau (affordable) Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
e)      Bermutu (quality) Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.

2.2  Konsep Pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
a)      Pengertian dan tupoksi BPJS
            Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum public yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS).
            Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang di selenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah.(UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN).
            Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
            Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.
            Dasar hukum dalam penyelenggaraan program BPJS ini adalah :
a)      Undang – Undang ( UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS)
b)      Peraturan Pemerintah
·   PP No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun.
·   PP No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
·   PP No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
·   PP No. 87 Tahun 2013 tentang tatacara pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan.
·   Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas perpres no. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.
·   Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program jaminan sosial.
·   Perpres No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan program jaminan sosial.
·   Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional kementerian pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.
·   Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

            Adapun fungsi BPJS sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS adalah menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua.
            Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a)      Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta.
b)      Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
c)      Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
d)     Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
e)      Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
f)       Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial.
g)      Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
            Dalam menjalankan tugasnya , BPJS juga memiliki prinsip yang menjadi dasar dalam melakukan segala tindakan. Prinsip dasar BPJS adalah sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh UU SJSN Pasal 19 ayat 1 yaitu jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.
Maksud prinsip asuransi sosial adalah :
a)      Kegotongroyongan antara si kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, serta yang beresiko tinggi dan rendah.
b)      Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selaktif.
c)      Iuran berdasarkan presentase upah atau penghasilan.
d)     Bersifat nirlaba.
      Sedangkan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan masuk dalam program pemerintah pada tahun 2014.

b)      Pelayanan BPJS
            Ada dua jenis pelayanan yang diperoleh peserta BPJS, yaitu berupa pelayanan kesehatan atau medis serta akomodasi dan ambulan ( non medis). Ambulan diberikan pada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan BPJS.
            Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan  promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.
            Pelayanan promotif dan preventif meliputi :
a)      Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b)      Imunisasi dasar meliputi BCG, DPT, Hepatitis B, Polio dan campak.
c)      Keluarga Berencana meliputi kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi.
d)     Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjut dari penyakit tertentu
c)      Prosedur Pelayanan
            Peserta yang memerlukan pelayanan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjut, maka harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan gawat darurat
            Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi:
a)      Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non speasialistik mencakup :
·         Administrasi pelayanan
·         Pelayanan promotif dan preventif
·         Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
·         Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
·         Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
·         Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
·         Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pratama dan
·         Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
b)      Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup Rawat jalan yang meliputi:
·         Administrasi pelayanan
·         Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis
·         Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
·         Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
·         Pelayanan alat kesehatan implant
·         Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
·         Rehabilitasi medis
·         Pelayanan darah
·         Pelayanan kedokteran forensic
·         Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan.
c)      Pelayanan yang tidak di jamin :
·         Tidak sesuai prosedur.
·         Pelayanan diluar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.
·         Pelayanan bertujuan kosmetik.
·         General Chek up dan pengobatan alternatif.
·         Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi.
·         Pelayanan kesehatan pada saat bencana.
·         Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri atau bunuh diri atau narkoba.













BAB III
PEMBAHASAN

            Public management is an interdisciplinary study of generic aspects of organization. It is a blend of the planning, organizing, and controlling functions of management with the management of human, financial, physical, information and political resources.( Overman 1984:1). Secara mendasar dapat diartikan, manajemen publik merupakan penelitian interdisipliner aspek generik organisasi. Merupakan perpaduan dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian fungsi manajemen dengan manajemen sumber daya manusia, keuangan, informasi fisik, dan sumber daya politik. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa manajemen publik merupakan sebuah kinerja kompleks dari aktornya yaitu pemerintah dan seluruh pegawainya untuk melayani publik dengan sebaik-baiknya dan publik merasa terpenuhi semua keinginannya dengan bagusya kinerja atau pengaturan dari dalam organisasi publik itu sendiri. Pengaturannya yang bukanlah murni untuk sekedar mencapai profit organisasi melainkan melayani konsumen yang berupa masyarakat sehingga harus memperhatikan manajemen semua aspek yang menjadi penunjang kinerja organisasi.
            Management in the public is therefore a process, subject to challenge and debate. The model of management in the public domain has to accept and meet the requirement of public accountability.[1] Manajemen dalam masyarakat suatu proses, oleh karena itu merupakan  subjek untuk menantang dan debat. Model manajemen dalam domain publik harus menerima dan memenuhi persyaratan akuntabilitas publik.
            Hal ini dapat disimpulkan bahwa manajemen publik merupakan media ataupun actor penentu yang memiliki peran dalam setiap permasalahan social dan hal tersebut dilakukan dengan bentuk wacana atau debat dan melakukan perbaikan serta melaksanakan setiap amanah rakyat sebgai bentuk akuntabilitas kepada rakyat. Peran seperti ini sangat terlihat pada pemerintah dan setiap aktor pembuat kebijakan dan pengatur setiap masalah dan pengaturan sosial.
            Public management does include administration, but also involves organisation to achieve objectives with maximum efficiency, as well as genuine responsibility for results.[2] Dari pernyataan ini , dikatakan bahwa manajemen publik. tidak termasuk administrasi, tetapi juga melibatkan organisasi untuk mencapai tujuan dengan efisiensi maksimum, serta tanggung jawab asli untuk hasil. Dalam hal ini Owen mengatakan bahwa manajemen publik tidak termasuk di dalamnya administrasi, namun menggunakan atau melibatkan organisasi sebagai actor atau badan dalam pengaturan sehingga dalam  pelaksanaan tugas guna mencapai tujuan bisa dengan maksimal dan memenuhi tanggung jawab yang diberikan.
            Penekanan dalam pengertian ini bahwa manajemen publik murni sebuah pengaturan dan bukan sebagai system administrasi, namun dalam pelaksnaannya menggunakan organisasi sebagai bentuk keteraturan.
            Manajemen  publik bukan “policy analisis”, bukan juga administrasi publik, atau kerangka yang lebih baru.[3] Dalam pengertian ini lebih memfokuskan dari manajemen publik, dan mengatakan bahwa adanya perbedaan dari administrasi publik dengan manajemen publik atau policy analysis, manajemen benar-benar sebagai sebuah pengaturan yang berhubungan dengan permasalahan social atau menunjang kinerja aktor dari pemerintah dalam bentuk penataan organisasi.
            Melalui beberapa pernyataan diatas , manajemen publik dapat dinyatakan sebagai sebuah kinerja kompleks meliputi perpaduan dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian fungsi manajemen dengan manajemen sumber daya manusia, keuangan, informasi fisik, dan sumber daya politik yang dilakukan oleh pemerintah dan seluruh pegawainya untuk melayani publik / masyarakat dengan sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi melayani kebutuhan publik dan bukan semata-mata untuk mencari profit
            Menurut laporan yang dirilis oleh Political and Economic Risk Consultancy [4](PERC) yang berbasis di Hongkong yang meneliti pendapat para eksekutif bisnisasing (expatriats) disimpulkan bahwa birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India.Dalam laporan PERC ini dinyatakan bahwa pada tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yangdimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauhdi bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyakpejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untukmemperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
            Terjadinya inefisiensi dalam pelayanan publik seperti pemberian pelayanan mendasar dan pelayanan kesehatan membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan mereka. Tidak hanya itu saja , berbelit-belitnya prosedur dan rendahnya profesionalitas administrator publik membuat masyarakat semakin “ogah” untuk menggunakan atau mamanfaatkan pelayanan publik yang harusnya menjadi hak setiap warga negara. Sebagai contoh , pelayanan kesehatan BPJS bagi masyarakat Indonesia
            Kesehatan adalah keadaan sejahtera dalam badan, jiwa, dan sosial sebagai modal setiap insan manusia untuk melakukan kegiatan yang produktif. Meskipun kesehatan merupakan kebutuhan vital yang dibutuhkan tiap manusia , tidak semua orang terlahir dalam kondisi ekonomi yang memadai untuk memenuhi vital tersebut . Berangkat dari kondisi ini dan kebutuhan masyarakat akan adanya jaminan kesehatan , pemerintah melakukan tindakan campur tangan untuk membantu warga negaranya dalam menyediakan jaminan kesehatan yaitu BPJS Kesehatan (Badan penyelenggara Jaminan Sosial) bagi masyarakat baik yang kurang mampu maupun yang bergabung.
            Pada prinsipnya BPJS yang mempunyai tujuan utama “universal health coverage” ini, merupakan lembaga jaminan kesehatan yang mengedepankan keadilan sosial. Pelayanan kesehatan melalui BPJS memperoleh ekspektasi publik yang sangat tinggi, walaupun masih banyak persoalan yang harus diatasi, baik dari pihak pemerintah, pengelola BPJS, maupun masyarakat. Suatu hal yang menjadi masalah utama adalah resources atau dana, dana keluar (demand) dan dana masuk (supply) selalu tidak match. Untuk itu, BPJS Kesehatan harus menguatkan tiga pilar utama, meliputi revenue collection untuk memastikan ketersediaan sumber dana, risk pooling untuk memastikan adanya subsidi silang antar peserta, serta purchasing untuk memastikan tersedianya pola dan besaran pembayaran bagi faskes. Dengan strategi sistematis dari pihak BPJS yang mengedepankan prinsip keadilan sosial tersebut pada saat karya ilmiah ini ditulis masih terjadi “mismatch” atau ketidaksesuaian antara supply & demand dengan selisih sebesar 7 triliun rupiah. Masalah yang terjadi ini disebabkan oleh kurangnya anggaran dana dari pemerintah terhadap BPJS. Pada APBN-P 2015. Alokasi anggaran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS pada APBN-P 2015 hanya sebesar Rp 20,3 triliun triliun, angka tersebut didasarkan pada cakupan penduduk miskin yang mencapai 88,2 juta jiwa dengan nilai PBI perorang sebesar Rp 19.225 perorang selama setahun. Selain itu anggaran untuk Kementerian Kesehatan pada tahun yang sama hanya Rp51,3 triliun atau 2,6 persen dari belanja APBN-P yang mencapai Rp1.984 triliun Berdasarkan data WHO pada tahun 2012 belanja kesehatan pemerintah Indonesia sebesar 39,6 persen dari total biaya kesehatan yang dikeluarkan pada periode yang sama, angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara di Asia seperti Malaysia sebesar 55,2%, Thailand 79,5 persen, dan Cina (56 persen).
            Masalah anggaran dana selalu menjadi masalah klasik yang seringkali terjadi di Indonesia, masalah anggaran dana seringkali menajadi akar dari berbagai masalah. Dalam konteks ini, anggaran dana yang minim merupakan akar masalah yang pada akhirnya berdampak pada rendahnya pengembangan infrastruktur dan terbatasnya kualitas layanan kesehatan. Contoh konkritnya adalah dari 109 rumah sakit milik pemerintah daerah provinsi, baru 20 yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan karena faktor kesenjangan fasilitas dan ketersediaan tenaga medis dan paramedis antara satu rumah sakit dengan lainnya. Ini mengindikasikan fasilitas dan ketersedian tenaga kesehatan antar provinsi masih sangat timpang. Kesenjangan tersebut menjadikan beban rumah sakit yang menjadi tujuan rujukan semakin besar. Dampak lainnya, insentif bagi tenaga kesehatan sangat minimalis, sementara beban kerja semakin besar. Akibatnya, sebagian mereka tidak dapat bekerja secara optimal.  Layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta BPJS juga dibedakan berdasarkan jenis iuran dan keanggotaan mereka. rakyat miskin yang menjadi penerima bantuan iuran (PBI) dari Pemerintah maupun mereka yang hanya mampu membayar premi yang paling rendah akan mendapatkan kelas fasilitas kelas III. Adapun PNS/TNI/Polri berhak mendapatkan layanan kelas II hingga kelas I berdasarkan jabatan dan tingkat kepangkatan mereka. Pekerja swasta dan penduduk yang lebih mampu juga bisa memilih kelas yang lebih tinggi. Memang, dalam aturannya pelayanan sama-sama diberikan oleh penyedia layanan kesehatan. Namun, sedikit-banyak kondisi ruangan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pasien. Pengkastaan ini tak ayal menyebabkan penumpukan jumlah pasien di kelas III. Maklum, jumlah penduduk yang berpenghasilan menengah bawah di negeri ini masih sangat besar. Keterbatasan fasilitas, beban kerja tenaga kesehatan (dokter, perawat, dll) yang berlebihan, ditambah dengan manajemen yang buruk, membuat layanan kesehatan golongan ini menjadi tidak optimal.
            Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan yang salah satu isinya adalah mulai 1 April 2016 iuran Peserta BPJS Kesehatan dinaikkan. Besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu. Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu. Sedangkan iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu. Dalam kenyataannya, penerapan sistem ini membuat beban yang harus dipikul oleh rakyat tidak hanya pajak, namun juga iuran asuransi sosial. Di Indonesia, dengan adanya BPJS, selain membayar pajak penghasilan yang berkisar antara 5-30%, mereka juga harus membayar iuran. Ini belum berbagai jenis pajak lainnya seperti PPN sebesar 10% dari setiap transaksi barang kena pajak. Dengan mengembalikan biaya jaminan kesehatan kepada masyarakat yang pada akhirnya digunakan untuk subsidi silang ini, menjadikan pemerintah terkesan melalaikan tanggung jawabnya dalam menjamin kesehatan masyarakat. Belakangan ini , maraknya berita tentang kenaikan iuran kesehatan BPJS tersebut membuat masyarakat tidak tenang. Dengan kenaikan iuran ini masyarakat merasa dirugikan karena pelayanan dan fasilitas yang diberikan pemerintah tidak kunjung membaik.
            Selain permasalahan iuran yang tidak sesuai dengan pelayanan yang didapatkan , muncul lagi masalah-masalah lain. Seperti yang kita ketahui , sejak BPJS Kesehatan pertama dilluncurkan hingga saat ini belum ada penurunan angka kematian ataupun penurunan angka orang sakit di Indonesia . Hal ini diperkuat dengan dengan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia[5] yang menyatakan bahwa pada tahun 2013 hingga 2016 ini , angka kematian ibu dan bayi tetap pada statistik yang sama tiap tahunnya , tidak hanya itu saja , angka kematian pasien pengguna BPJS di rumah sakit juga tetap setiap tahunnya . Tidak ada penurunan dan peningkatan.
            Tidak hanya itu saja , masyarakat pengguna BPJS kecewa dan tidak puas dengan pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan. Berdasarkan data penelitian kuantitatif yang dilakukan Nur Ifah Intan Suaib[6] dalam Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien BPJS Di Rsud Kabupaten Luwu , dikatakan bahwa  :

AKSES
PUAS
TIDAK PUAS
Efisiensi
19,8%
80%
Pelayanan
19,1%
80,9%
Kompetensi teknis
49,6%
50,4%

            Ada beberapa faktor yang menjadi alasan ketidakpuasan pasien pengguna BPJS Kesehatan :
1.      Aturan yang berbelit
            Dengan dikeluarkannya aturan waktu tunggu aktivasi kartu selama tujuh hari oleh BPJS membuat pelayanan BPJS tidak bisa langsung dilakukan , melainkan harus menunggu selama seminggu sejak diterimanya kartu.
2.      Masalah rujukan menyulitkan pasien kritis
            Tidak ada yang dapat menduga kapan datangnya musibah. Orang yang semula sehat bisa saja jatuh sakit karena mengalami kecelakaan dan harus mendapat penanganan medis segera. Namun, respon cepat kerap tidak diperoleh pasien BPJS Kesehatan.
            Penyebabnya adalah rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, seorang peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama (puskesmas) untuk mendapatkan rekomendasi. Peserta BPJS yang butuh penanganan gawat darurat kerap tidak tertangani karena masalah ini.
3.      Sosialisasi yang minimum
            Ada rumah sakit yang masih menolak pasien BPJS atau memulangkan pasien karena menganggap plafon yang dipakai sudah habis. Kasus lain adalah biaya obat atau barang habis pakai yang seharusnya gratis masih harus dibayar oleh peserta BPJS Kesehatan. Ini artinya, sosialisasi BPJS Kesehatan terhdap rumah sakit belum terlaksana dengan baik.
4.      Sistem kerja yang lambat
            Meski peserta membayar, mendaftar BPJS Kesehatan tidak mudah. Orang bahkan harus mengantre berjam-jam untuk mendafatr sebagai peserta. Banyaknya antrian peserta BPJS yang datang lambat tertangani karena sistem kinerja yang lambat, loket yang sedikit dan juga jumlah antrian yang kurang terkontrol. Sebenarnya BPJS menawarkan solusi berupa pendaftaran secara online. Namun, tidak semua orang bisa mengakses internet.
5.      Verifikasi klaim tindakan lambat
            Tidak hanya peserta, BPJS Kesehatan juga dikeluhkan oleh penyedia jasa fasilitas kesehatan. Penyebabnya adalah lambatnya proses verifikasi klaim yang diajukan fasilitas kesehatan pada BPJS Kesehatan. Padahal, verifikasi klaim tersebut sangat penting karena menyangkut kesehatan keuangan perusahaan.
            Lambat cairnya uang klaim tersebut dapat menggangu pelayanan karena fasilitas kesehatan seperti rumah sakit kesulitan dana untuk pengadaan sarana medis dan nonmedis. Hal ini yang menyebabkan banyaknya keluhan fasilitas kesehatan sering kehabisan obat atau barang medik lainnya.
6.      Proses Registrasi Yang berbelit
            Selain proses registrasi online yang ribet, ternyata website BPJS sendiri sering mengalami trouble. Seringnya hosting website down membuat kolom pendaftarannya tidak bisa diakses sebagaimana mestinya. Jadi bagi Anda yang ingin registrasi online, sepertinya Anda harusmengurungkan niat Anda, karena memang pihak website BPJS yang mengalami masalah.
7.      Ruang Perawatan Tidak Sesuai Dengan Jenis Iuran BPJS
            Sebagaimana tertera dalam klausul BPJS, jika menjadi anggota non-DPI dengan golongan 1. Tentunya akan mendapatkan perawatan minimal di kelas 1 di RSUD. Namun dalam kenyataannya, ada beberapa rumah sakit yang memang tidak merawat pasien tersebut di kamar yang seharusnya. Biasanya mereka mengatakan bahwa peserta BPJS hanya bisa di kelas 3. Karena memang kelas 1 biasanya sudah dipenuhi pasien non BPJS. Selain beberapa keluhan tersebut, ternyata memang banyak sekali keluhan dalam prosedur pelayanan BPJS Kesehatan
8.      Rendahnya ketersediaan dokter
            Masih sedikit jumlah dokter yang menangani pasien BPJS , Diantara berjuta juta pasien BPJS hanya tersedia sekitar 5 persen dokter dari jumlah pasien BPJS . Tidak hanya itu saja , ketersediaan dokter ahli juga masih sangat sedikit .
9.      Pelayanan Dokter yang tidak maksimal
            Adanya kejar setoran yang dilakoni dokter yang menangani BPJS sering membuat pelayanan yang diberikan dokter tidak maksimal. Dokter dengan pasien BPJS rata-rata melayani konsultasi hanya selama 5 menit per pasien . Padahal untuk standarnya saja , pemeriksaan dan konsultasi membutuhkan setidaknya 15-20 menit.
            Tidak hanya itu saja , dengan bayaran dokter yang sedikit dari hasil penanganan pasien BPJS tersebut , banyak dokter memilih untuk menangani pasien non-BPJS dan memberikan pelayanan masksimal pada pasien non-BPJS karena mengahasilkan pendapatan yang lebih.
10.  Jumlah Fasilitas Kesehatan
            Jumlah faslitas pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi dan persebarannya kurang merata khususnya bagi Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dengan tingkat utilisasi yang rendah akibat kondisi geografis dan tidak memadainya fasilitas kesehatan pada daerah tersebut.






















BAB IV
KESIMPULAN

            Masih banyak kelemahan yang ditunjukkan oleh BPJS Kesehatan , mulai pengelolaan kegiatan , keuangan dan prosedur yang dilakukan . Secara umum , BPJS kesehatan merupakan rencana pemerintah yang baik dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menekan angka kematian masyarakat . namun dibalik rencana yang baik ini , pelaksanaannya terkesan “amburadul”. Ibarat makanan, BPJS adalah rogram pemerintah yang masih setengah matang. Bagus di perencanaan , namun sedikit “kurang matang” dalam action atau pelaksanaannya. Penyebab dari hal ini dapat disimpulkan sebagai ketidaksiapan pemerintah dalam mengorganisir pelaksanaan BPJS. Seperti yang kita ketahui , planning mengenai BPJS ini sudah dikaji secara akademik dan seharusnya berjalan dengan baik . Namun dalam kenyataannya BPJS Kesehatan sering mengalami hambatan di berbagai sektor.
            Banyak hal yang perlu diperbaiki oleh pemerintah dalam rangka memperbaiki kualitas pemberian pelayanan publik kesehatan melalui BPJS ini. Diantaranya :
1.      Perbaikan Regulasi atau Kebijakan
            Dalam sektor publik , sebuah regulasi menjadi kunci utama sebagai alat penentu suatu pelayanan publik. Dengan adanya regulasi atau kebijakan yang baik dan pro rakyat tentulah pelayan publik akan berjalan dengan baik pula. Dalam kasus BPJS kesehatan , dibutuhkan perbaikan regulasi terutama yang bernada pro-rakyat . seperti penghapusan aturan masa tunggu aktivasi dan prosedur – prosedur lain yang merugikan rakyat atau membuat rakyat tidak dapat memperoleh hak nya dalam pelayanan kesehatan. Regulasi ini perlu diiringi dengan pemberian sanksi bagi para pelanggarnya , sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelanggarnya
            Pada dasarnya , segala proyek pemerintah diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat . Oleh karena itu , kebijakan yang dibuat pun harus berpihak pada rakyat , bukannya mempersulit masyarakat untuk memperoleh hak dan kebutuhan mereka.
2.      Perbaikan sistem manajemen organisasi
            Banyak juga yang mengeluhkan bahwa sistem BPJS ini terlalu berbelit sehingga mempersulit masyarakat dalam penggunaanya . Perlunya kajian terhadap sistem yang dapat digunakan agar BPJS ini dapat berjalan dengan efektif , efisien dan transparan.
            Hal ini bisa dilakukan dengan mencontoh salah satu BUMN yang telah berhasil dalam gebrakan menciptakan sistem baru yang efektif dan efisien , yaitu PT Kereta Api Indonesia. Manajemen yang baik , prosedur pelayanan yang profesional dan sistem yang efektf – efisien serta transparansi yang diaplikasikan dalam PT.KAI membuat kinerja PTKAI semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kepuasan masyarakat dengan mutu , kinerja dan kualitas pelayanan yang diberikan PT.KAI.
            Perbaikan manajemen organisasi BPJS sendiri juga diharapkan dapat mengurangi defisit BPJS sehingga BPJS dapat terus beroperasi tanpa memakan anggaran negara yang berlebihan.
3.      Pengadaan Fasilitas Kesehatan
            Banyak nya pasien BPJS seringkali membuat rumah sakit meolak pasien . Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas yang mendukung program BPJS. Jumlah rumah sakit yang mendukung program ini masihlah sedikit . Tidak hanya itu saja , peralatan , jumlah kamar dan obat – obatan yang tersedia masih sangat terbatas . Di kota besar seperti Surabaya saja , pasien pengguna BPJS menumpuk membuat RSUD Dr.Soetomo menggunakan lorong dan koridor rumah sakit sebagai kamar bagi pasien. Hal ini tentu membuat pelayanan dan penangan kesehatan menjadi tidak maksimal.Belum lagi apabila kita melihat fenomena di daerah pelosook seperti NTT yang tidak memiliki rumah sakit memadai di daerah nya .
            Perlunya kerjasama pemerintah dengan swasta untuk menambah mitra kerja pemerintah agar rumah sakit swasta yang ada bisa menerima pasien pengguna BPJS. Bila perlu , pemerintah bisa menerapkan wajib BPJS kepada seluruh rumah sakit yang ada di swasta    
            Diharapkan melalui solusi yang ditawarkan ini dapat mengubah BPJS menjadi suatu program pelayanan kesehatan pemerintah yang lebih baik kedepannya.







DAFTAR PUSTAKA
Hughes, Owen E. 1994. Publik Management and Administration. New York : ST. Martin’s           press.INC.
Keban.T Yeremias. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik. 2004. Gava Media:         Yogyakarta.
Mc Kevitt, David and Lawton, Alan. Publik  Sector Management : Theory, Critique, and Practice. 1994. Sage Publikations, Cromwell Press;Great Britain.
Owen E. Hughes, Publik Management and Administration; and Introduction Owen E.
Shafritz J.M., Ott J.S, dan A.C. Hyde, Publik Management: The Essential Reading. 1991. Il:        Lyceum Books/ Nelson-Hall Publisher; Chicago

Jurnal & Web
Jurnal : Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Bpjs Di Rsud Kabupaten            Luwu oleh  Nur Ifah Intan Suaib, Sukri Palutturi, Muh Yusran Amir . Departemen   Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Hasanuddin




[1] Mc Kevitt, David and Lawton, Alan. Publik  Sector Management : Theory, Critique, and Practice. 1994. Sage Publikations, Cromwell Press;Great Britain. Hal. 57
[2] Owen E. Hughes.  Publik Management and Administration; and Introduction.United States of America,1994, by Scholarly and Reference division, ST. MARTIN’S PRESS, INC; New York
[3] Keban.T Yeremias, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, 2004, Gava Media; Yogyakarta.
[4] Ali,Hasan . Permasalahan Manajemen Publik di Indonesia Hal.1
[5] http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf
[6] Jurnal Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Bpjs Di Rsud Kabupaten Luwu , Universitas Hasanudin Makassar

No comments:

Post a Comment